Lukisan “Affandi and Wife after Painting the Apple Tree” merupakan salah satu karya perupa seni lukis Indonesia, Barli Sasmitawinata.

- Pelukis : Barli Sasmitawinata
- Judul : “Affandi and Wife after Painting the Apple Tree”
- Tahun : 1952
- Media : Oil on Canvas
- Ukuran : 100 cm x 90 cm
Deskripsi Lukisan “Affandi and Wife after Painting the Apple Tree”
Lukisan ini merupakan lukisan dengan gaya realisme, abstrak, dan ekspresionisme. Dengan teknik melukis menggunakan cat minyak di atas kanvas.
Karakteristik Karya
Barli Sasmitawinata adalah seorang maestro seni lukis realistik. Barli memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, seorang pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung. Barli banyak belajar melukis alam, benda dan dia adalah satu-satunya murid pribumi di studio tersebut. Di studio itu Barli banyak belajar mengenal persyaratan melukis.
“Titik Sambung” Barli Sasmitawinata
Karena kiprah kepelukisannya yang sedemikian panjang, kritikus seni Jim Supangkat dalam bukunya “Titik Sambung”, menempatkan Barli Sasmitawinata sebagai ‘titik sambung’ dua gugus perkembangan seni lukis Indonesia: seni lukis masa kolonial dan seni lukis modern Indonesia.
Dijelaskan oleh Jim, di satu sisi Barli dapat dilihat sebagai pelukis yang meneruskan perkembangan seni lukis masa kolonial. Tetapi di sisi lain Barli merupakan bagian dari pertumbuhan seni lukis modern Indonesia yang menentang seni lukis masa kolonial itu sendiri.
Prinsip Melukis Anatomi
Barli adalah contoh pelukis dan guru yang mendapatkan pendidikan secara baik sejak usia remaja sampai kemudian belajar seni lukis ke Perancis hingga Belanda.
Di Eropa, Barli memperoleh banyak prinsip-prinsip melukis anatomi secara intensif. Pelajaran anatomi, untuk pelukis sangat mementingkan otot-otot yang ada di luar bukan otot yang di dalam. Pernah, selama dua tahun di Eropa, Barli setiap dua jam dalam sehari hanya menggambar nude (orang telanjang) saja, sesuatu yang tidak pernah dipersoalkan pantas atau tidak di sana. Sebab, jika untuk kepentingan akademis hal itu dianggap biasa.
Seni Abstrak Barli Sasmitawinata
Walaupun sebagai pelukis realisme, Barli mengaku cukup mengerti abstrak. Sebab, menurutnya seni memang abstrak. Seni adalah nilai. Setiap kali melihat karya yang realistik, Barli justru tertarik pada segi-segi abstraksinya. Seperti segi-segi penempatan komposisi yang abstrak, yang tidak bisa dijelaskan oleh pelukisnya sendiri.
Barli menyebutkan pula, pelukis yang menggambar realistik sesungguhnya sedang melukiskan meaning. Dicontohkannya lagi, jika melihat seorang kakek, maka ia akan tertarik pada umurnya, kemanusiaannya. Sehingga pastilah ia akan melukiskannya secara realistik, sebab soal umur tidak bisa dilukiskan dengan abstrak. Menggambarkan penderitaan manusia lebih bisa dilukiskan dengan cara realistik daripada secara abstrak.
Museum Barli
Museum Barli dibangun sebagai manifestasi kecintaan Barli pada seni lukis sekaligus bertujuan meningkatkan apresiasi seni bagi masyarakat Indonesia. Bisa dikatakan, Museum Barli adalah satu-satunya museum yang terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat dalam hal seni rupa.
Elemen Goresan Garis Barli Sasmitawinata
Apabila kita menelisik sejarah perkembangan perupa di Nusantara ini, Barli merupakan salah satu pelukis yang sejak awal berkarya selalu konsisten memakai elemen garis. Begitu melihat karya-karyanya yang ada di hadapan mata, kita dapat langsung menebak siapa orang yang membuatnya.
Mulai dari tampilan garis yang dinamis dan selaras dengan objek bahkan warnanya. Dia adalah Barli Sasmitawinata, yang juga gemar melukiskan potret sesama pelukis.
Terkadang figur yang dijadikan objek dalam lukisan pastelnya adalah pelukis Affandi dan pelukis terkenal lainnya.
Kemahiran Barli dalam mengolah karakter objek melalui potret sudah tak diragukan lagi. Ia dapat membuat ritme dalam goresan sekaligus menghadirkan karakter mimik wajah pada model lukisannya.
Bahkan, ia sanggup menghadirkan kesan ruang tanpa latar hanya lewat dinamika goresan garis saja. Menurutnya, melukis manusia tidak hanya menghadirkan kemiripan, tapi diperlukan juga standar garis dan warna berkarakter.
Keteguhan garis dalam lukisan potret Barli memang mengundang decak kagum, ia sangat mengerti dalam menempatkan garis seiring posisinya. Dalam sekejap atau sekali tatap melihat modelnya, ia sudah langsung bisa memindahkannya ke atas kertas dan ke bidang kanvas. Ekspresi wajah itupun dengan sendirinya muncul, itu semua berkat ketajaman sensibilitas seorang Barli.
Media lukisan
Karya lukisan potret Barli ada yang dikelompokkan kepada gambar hitam putih dominan memakai “charcoal”.
Sebagian dengan cat minyak, cat air, dan pastel. Di dalam lukisannya, Barli tetap menonjolkan garis sebagai kontur dan juga penegas warnanya. Apapun yang terkait dalam lukisan karya Barli, umumnya selalu mengotak-atik posisi figur mulai dari duduk, berdiri, hingga berjalan.
Lukisan Pastel Barli Tidak Ada Duanya
Selama enam puluh lima tahun berkarya sebagai pelukis, Barli memang teguh pada pendiriannya. Lukisan pastelnya bisa dijadikan acuan dalam menghadirkan karakter garis.
Karakter garis pada lukisan pastel karya Barli adalah suatu ciri yang tidak ada duanya, apabila disandingkan dengan eleminir garis.
Tepatlah jika apa yang dikatakan Jim Supangkat, tidak ada pelukis Indonesia lain yang seposisi dengan kegarangan garis darinya. (Sumber: http://harian.analisadaily.com)
Kesimpulan Karya Barli Sasmitawinata
Mencermati karya-karya Barli dari periode awal sampai sekarang, terlihat dua pokok masalah yang selalu muncul. Pertama adalah bahasa realismenya, kedua menyangkut tema manusia yang seakan-akan tidak habis-habisnya untuk ditimba.
Lukisan-lukisan dengan dasar realisme itu mulai cenderung mengarah pada sapuan-sapuan goresan dan warna yang ekspresif. Kecenderungan pada pemakaian warna-warna kontras yang cerah membedakan Barli dengan pelukis-pelukis persagi lainnya.
Barli begitu banyak mengungkapkan manusia dalam lukisannya. Menurut penghayatannya, objek-objek manusia bisa menciptakan segala situasi dan karakter yang bersifat reflektif.
Dalam sosok manusia, kita bisa merasakan problematika kemiskinan, kebahagiaan, kejernihan anak-anak, optimisme generasi muda, kerentaan usia yang mulai menua, dan situasi lainnya.
Karena perhatian intensif dengan objek-objek tersebut, ia menjadi peka terhadap momen-momen kemanusiaan terutama pada masyarakat kecil.
Semoga bermanfaat bagi Anda para pecinta seni lukis Indonesia.